Minggu, 22 April 2012

MENGUCAPKAN SALAM KEPADA NON MUSLIM


Salam merupakan ungkapan yang paling mulia. Ungkapan salam yang telah di ajarkan oleh Rasul kepada kita itu lebih berbobot dibandingkan dengan ungkapan-ungkapan kasih-sayang yang digunakan oleh bangsa-bangsa lain. Hal ini dapat dijelaskan dengan alasan-alasan berikut ini :
      1.  Salam bukan sekedar ungkapan kasih-sayang, tetapi memberikan juga alasan dan logika kasih-sayang yang di wujudkan dalam bentuk doa pengharapan agar anda selamat dari segala macam duka-derita. Tidak seperti kebiasaan orang Arab yang mendoakan untuk tetap hidup, tetapi salam mendoakan agar hidup dengan penuh kebaikan.
      2.            Salam mengingatkan kita bahwa kita semua bergantung kepada Allah SWT. Tak satupun makhluk yang bisa mencelakai atau memberikan manfaat kepada siapapun juga tanpa perkenan Allah SWT.
      3.            Perhatikanlah bahwa ketika seseorang mengatakan kepada anda, “Aku berdoa semoga kamu sejahtera.” Maka ia menyatakan dan berjanji bahwa anda aman dari tangan (perlakuan)nya, lidah (lisan)nya, dan ia akan menghormati hak hidup, kehormatan, dan harga-diri anda.
Ibnu Al-Arabi didalam kitab Ahkamul Qur’an mengatakan:
Tahukah kamu arti Salam? Orang yang mengucapkan Salam itu memberikan pernyataan bahwa ‘kamu tidak terancam dan aman sepenuhnya dari diriku”.
Kesimpulannya, bahwa Salam berarti :
Ø  Mengingat (dzikr) Allah SWT
Ø  Pengingat diri
Ø  Ungkapan kasih sayang antar sesama Muslim
Ø  Doa yang istimewa, dan
Ø  Pernyataan atau pemberitahuan bahwa aman dari bahaya tangan dan lidah.
Akan tetapi sebagaimana kita ketahui bahwa manusia disamping makhluk individu juga disebut dengan makhluk sosial, sehingga tidaklah heran jika manusia tidak dapat hidup tanpa orang lain. Oleh sebab itu manusia saling membutuhkan satu sama lain. Lebih-lebih kita hidup dalam negara yang penuh dengan keragaman, baik dari segi budaya, status sosial, suku, budaya maupun agama. Untuk hidup damai dan berdampingan tentu dibutuhkan teposeliro/tenggang rasa/toleransi antara satu dengan yang lainnya.

Nah, salah satu masalah yang menjadi perdebatan dikalangan ulama’ akhir-akhir ini yaitu tentang hukum mengucapkan salam kepada orang non muslim.Yang dimaksud dengan non muslim adalah orang yang bukan beragama islam termasuk yahudi, nasrani, kristen, katholik, hindu, budha, konghucu dan lain-lain.
1.    Memulai Salam pada Orang Kafir
Para ulama berselisih pendapat mengenai hukum memulai ucapan salam pada orang kafir dan hukum membalas salam mereka. Dalil ulama’ yang membolehkan mengucapkann salam kepada non muslim adalah :
  • Dalam kitab hawy imam mawardi menceritakan bahwa memberi salam kepada non muslim ada dua macam:yang pertama tidak boleh, kedua: boleh memberi salam kepada non muslim, akan tetapi dengan mengucapkan as-salamu a’laika. Jangan mengucapkan as-salamualaikum. Pendapat ini lemah dan langka.
  • Diceritakan dari Abi Umamah al-Bahali, sesungguhnya dia tidak pernah berjalan bertemu orang yahudi kecuali dengan memberi salam kepada mereka. Abu Umamah Berkata: Rasullulah memerintah kepada kita supaya menebar salam kepada setiap orang islam dan orang kafir mu’ahad (Orang kafir yang berjanji kepada pemerintah akan tunduk dan patuh pada undang-undang negara).
Sedangkan dalil ulama’ yang tidak memperbolehkan adalah :
  • ‘’Tidak diperbolehkan memberi salam terhadap orang-orang kafir, menurut pendapat (madzab) yang sahih yang disepakati mayoritas ulama’. (Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzzab,Juz 4,Hal.507)
  • ‘’Diceritakan dari sahal bin Abi shaleh, dari ayahnya, dari abu hurairah ra. Bahwa nabi bersabda: Janganlah engkau memberi salam kepada orang yahudi dan orang nasrani, dan ketika kamu bertemu dijalan, maka bersegeraah ke jalan yang lebih sempit. (Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab,juz 4 Hal 508)
Akan tetapi, kebanyakan ulama terdahulu dan belakangan mengharamkan memulai ucapan salam. Hal ini berdalilkan dua hadits berikut ini :
a.       Matan Hadits 1
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ يَعْنِي الدَّرَاوَرْدِيَّ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلَا النَّصَارَى بِالسَّلَامِ فَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِي طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ.
Artinya : Mentahditskan Qutaibah bin sa’id kepada kami, telah mentahditskan kepada kami Abdul ‘Aziz Ad darawardi dari Suhail dari bapaknya  dari Abu Hurairah bahwa sanya Rasulullah saw bersabda “Janganlah kalian memulai mengucapkan salam terlebih dulu terhadap orang Yahudi dan Nasrani, kalau kalian berjumpa dengan mereka di jalan,  maka persempitlah jalanya”.
b. Matan Hadits II
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا هُشَيْمٌ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسًا يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ح و حَدَّثَنِي إِسْمَعِيلُ بْنُ سَالِمٍ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي بَكْرٍ عَنْ جَدِّهِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ.
Artinya : Mentahditskan Yahya bin Yahya, mengkhabarkan kepada kami Husyaim dari Ubaidillah bin Abu Bakar ia berkata aku mendengar Anas berkata, bersabda Rasulullah saw, Haun (tahwilu sanadain), mentahditskan Ismail bin Salim kepada ku, Mentahditskan Husyaim kepada kami, mengkhabarkan kepada kami Ubaidillah bin Abu Bakar dari kakeknya Anas bin Malik bahwasanya Rasulallah saw bersabda “Apabila ahli kitab mengucapkan salam kepada kalian maka jawablah dengan kalimat wa’alaikum saja”.
Dua hadits diatas merupakan dua hadits yang shahih yang telah memenuhi dari pada para perawi-perawinya  keadalahannya, ketsiqohannya, serta bagus hafalannya, sehingga syarat-syarat hadits shahih terhimpun disini. Kedua hadits ini juga muttasil fissanad.
Imam Nawawi berkata, “Larangan yang disebutkan dalam hadits di atas menunjukkan keharaman, Inilah yang benar bahwa memulai mengucapkan salam pada orang kafir dinilai haram.” (Syarh Shahih Muslim, 14: 145).
Adapun memulai mengucapkan “selamat pagi” pada orang kafir, tidaklah masalah. Namun lebih baik tetap tidak mengucapkannya kecuali jika ada maslahat atau ingin menghindarkan diri dari mudhorot.
2.        Membalas Salam Orang Kafir
Mayoritas ulama (baca: jumhur) berpendapat bahwa jika orang kafir memberi salam, maka jawablah dengan ucapan “wa ‘alaikum”. Dalilnya adalah hadits muttafaqun ‘alaih dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ
Jika seorang ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) memberi salam pada kalian, maka balaslah dengan ucapan ‘wa’alaikum’.” (HR. Bukhari no. 6258 dan Muslim no. 2163)
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Anas bin Malik berkata,
مَرَّ يَهُودِىٌّ بِرَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ السَّامُ عَلَيْكَ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « وَعَلَيْكَ » . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « أَتَدْرُونَ مَا يَقُولُ قَالَ السَّامُ عَلَيْكَ » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلاَ نَقْتُلُهُ قَالَ « لاَ ، إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ »
Ada seorang Yahudi melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia mengucapkan ‘as saamu ‘alaik’ (celaka engkau).” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas membalas ‘wa ‘alaik’ (engkau yang celaka). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Apakah kalian mengetahui bahwa Yahudi tadi mengucapkan ‘assaamu ‘alaik’ (celaka engkau)?” Para sahabat lantas berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika kami membunuhnya saja?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan. Jika mereka mengucapkan salam pada kalian, maka ucapkanlah ‘wa ‘alaikum’.” (HR. Bukhari no. 6926)
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Hadits di atas menunjukkan bahwa ada perbedaan menjawab salam orang muslim dan orang kafir. Ibnu Battol berkata, “Sebagian ulama berpendapat bahwa membalas salam orang kafir adalah wajib berdasarkan keumuman ayat (yaitu surat An Nisa ayat 86, pen). Telah shahih dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Jika ada yang mengucapkan salam padamu, maka balaslah ucapannya walau ia seorang Majusi.” Demikian pendapat Asy Sya’bi dan Qotadah. Namun Imam Malik dan jumhur (mayoritas ulama) melarang demikian. Atho’ berkata, “Ayat (yaitu surat An Nisa’ ayat 86) hanya khusus bagi kaum muslimin. Jadi tidak boleh menjawab salam orang kafir secara mutlak. Hadits di atas cukup menjadi alasan.” (Fathul Bari, 11: 42)
Surat An Nisa ayat 86 yang dimaksud adalah,
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا
Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).” (QS. An Nisa’: 86). Inilah dalil yang jadi alasan sebagian ulama (seperti Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah) bahwa jika orang kafir1 memberi salam ‘as salaamu ‘alaikum’, maka hendaklah dibalas dengan yang semisal, yaitu ‘wa ‘alaikumus salam’.
 Jadi perkataan " Assalamualaikum " dan  "Assaamu `alaikum" ATAU " Sam ‘alaikum "  mempunyai arti yang sangat jauh berbeda. Namun pelafalannya di mulut sedikit tersamarkan. Oleh karena itu nabi menganjurkan jika ada non muslim mengucapkan salam maka kita wajib menjawab " Wa ‘alaikum " (Juga bagimu).
Keterangan : Orang kafir yang dimaksud di sini adalah setiap non muslim, baik Yahudi, Nashrani, Majusi, Hindu, Budha dan lainnya.
3. Ketika Bertemu Orang Kafir di Jalan
Adapun maksud hadits,
فَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِى طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ
Jika kalian berjumpa salah seorang di antara mereka di jalan, maka pepetlah hingga ke pinggirnya.”
Yang dimaksud adalah janganlah membuka jalan pada orang kafir dalam rangka memuliakan atau menghormati mereka. Sehingga bukanlah maknanya jika kalian bertemu orang kafir di jalan yang luas, maka paksalah mereka hingga ke lubang sehingga jalan mereka menjadi sempit. Pemahaman seperti ini berarti menyakiti non muslim tanpa ada sebab. Demikian keterangan Al Munawi dalam Faidul Qodir (6: 501) yang menyanggah tafsiran sebagian ulama yang keliru.
Kesimpulan  jawaban  ini dapat saya katakan, “Orang muslim tidak boleh memulai ucapan salam kepada nonmuslim. Sebab Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam melarang hal itu, disamping yang demikian itu dapat merendahkan martabat orang muslim -bila harus mengagungkan orang nonmuslim-. Orang muslim lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah swt. Maka tidak selayaknya dia merendahkan diri dalam hal ini. Tetapi apabila mereka (-Yahudi atau Nashara-) yang lebih dahulu mengucapkan salam kepada kita, maka kita boleh membalas dengan salam seperti yang mereka ucapkan. Kita juga tidak boleh lebih dulu memberi penghormatan kepada mereka, seperti ucapan ahlan wa sahlan wa marhaban (selamat datang), atau yang serupa dengan itu. Karena hal ini mengagungkan diri mereka seperti halnya salam.
Wallahu a’lam bisshowab..



Maraji’ :
      1.            Al-Asqalâniy Ahmad Ibn ‘Aliy Ibn Hajar, Fath al-Bâriy bi Syarh Shahîh al-Bukhâriy, Juz IV, Beirut: Dar al-Fikr, t.th.
      2.            Al-Albaniy Nashir al-Din Muhammad, Shahih Sunan Abu Daud, diterjemahkan oleh ‘Abd al-Rahman Taufiq dan Tidjaniy Sofia, Jakarta: Pustaka Azzam, 2006
      3.            Al-Ja`fiy Abiy `Abd Allah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah al-Bukhâriy, Shahih al-Bukhâriy, Beirut: Dâr al-Fikr, 1981

0 komentar:

Posting Komentar